KASUS PELANGGARAN KETENAGAKERJAAN DALAM SISTEM SUBKONTRAK (SUBKON)
Posted on February 26,
2013 by siboa
Leave a comment
sebenarnya tidak ada istilah subkontrak/outsourcing dalam UU
ketenagakerjaan tetapi yang ada adalah pemborongan pekerjaan.
Kasus ini bermula ketika seseorang mengeluh kepada saya..
Berdasarkan hasil wawancara dengan yang bersangkutan:
Berdasarkan hasil wawancara dengan yang bersangkutan:
1.
pekerjaannya
itu borongan/subkontrak(subkon) dari sebuah pabrik komponen otomotif tapi
tempatnya jauh terpisah dari pabriknya dengan upah sesuai dengan output barang
yang dihasilkan,padahal kenyataannya pekerjaan tersebut bukan pekerjaan
pendukung produksi alias pekerjaan tersebut adalah pekerjaan utama ..Kenapa
begitu?di pabrik/tempat kegiatan utama juga ada pekerjaan yang sama dengan yang
diborongkan dan karyawan/pekerja bagian tersebut ada yang sudah jadi karyawan
tetap dengan begitu pekerjaan tersebut tidak bisa dikatakan pekerjaan
penunjang,dan akan menghambat proses produksi.
Proses produksi adalah arus pembuatan suatu barang dari bahan
mentah menjadi barang jadi yang sudah siap dijual.Perusahaan menggunakan proses
produksi terus-menerus apabila di dalam perusahaan terdapat urutan-urutan yang
pasti sejak dari bahan mentah sampai proses produksi akhir.
Proses produksi terus-menerus adalah proses produksi barang atas
dasar aliran produk dari satu operasi ke operasi berikutnya tanpa penumpukan
disuatu titik dalam proses.
2.
Bagaimana
dengan perjanjian kerjanya? Perjanjian kerjanya hanya berupa lisan /tidak
tertulis.
3.
Apakah
ada program jamsostek? Tidak ada
4.
Kata
yang bersangkutan upah selalu dipotong untuk membayar listrik dan gedung,jadi
biaya tersebut dibebankan kepada semua pekerja
5.
Berapa
hari kerja dalam satu bulan? Kata yang bersangkutan 24 hari kerja.(senin-sabtu)
Ada indikasi banyak sekali pelanggaran hukum ketenagakerjaan dalam
kasus tersebut.. Berikut rincian pelanggaran hukum dan sanksinya:
1.
Perlu
di pertanyakan surat izin pelaporan pemborongan pekerjaan tersebut dari dinas
tenagakerja,jika tidak ada berarti perjanjian kerjanya secara hukum dengan
perusahaan pemberi pekerjaan dan perjanjian kerjanya harus secara Tertulis dan
didaftarkan ke disnaker. (pasal 5,6,7,9 PERMENAKER 19 2012)
2.
sesuai
kepmenaker 150 1999 pasal 2 ayat 1 ,setiap perusahaan wajib mengikut sertakan
pekerja borongan /harian dalam program jamsostek,selain diancam dengan sanksi
hukuman kurungan (penjara) selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp50 juta (pasal 29 ayat [1] UU No.3 Tahun 1992) juga
kemungkinan dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha (pasal
47 huruf a PP No.14 Tahun 1992).
3.
Besaran
upah tidak boleh rendah dari UMK,upah tidak boleh dipotong untuk listrik dan
biaya gedung tempat kerjanya karena itu semua kewajiban si pengusaha sebagai
biaya produksi,pasal 90 ayat 1 UU 13 2003 jo. Pasal 14 ayat 1 Kepmen No.
226/Men/2000
Pengusaha yang membayar upah buruhnya lebih rendah dari upah minimum dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,- dan paling banyak Rp 400.000.000,- dan tindakan Pengusaha tersebut merupakan Tindak Pidana Kejahatan (Pasal 185 UU No. 13/2003).
Pengusaha yang membayar upah buruhnya lebih rendah dari upah minimum dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,- dan paling banyak Rp 400.000.000,- dan tindakan Pengusaha tersebut merupakan Tindak Pidana Kejahatan (Pasal 185 UU No. 13/2003).
4.
jika
jumlah hari kerja lebih dari 21 hari dalam 1 bulan maka perjanjian kerjanya
menjadi PKWTT atau tetap dan hak-hak pekerjanya sama dengan pekerja tetap
sesuai Permenaker 100 2004